Categories
Nursing

Menjadi Perawat, Pilihan atau “Daripada Enggak”?

Selama lebih dari tiga tahun saya menjadi mahasiswa keperawatan di salah satu universitas negeri di Pulau Jawa, sudah tidak terhitung berapa kali dialog seperti ini terjadi:

Somebody       : Hai Don, apa kabar? Kuliah sekarang? ambil jurusan apa?

Doni                 : hai juga, Alhamdulillah baik, iya sekarang kuliah, di keperawatan

Somebody       : hah?Keperawatan?Kok bisa?? Tanggung banget, kok gak Kedokteran sekalian?

Doni                 : Tanggung?? Maksud Loe??

Dialog seperti ini kerap datang manakala saya bertemu dengan teman-teman lama sewaktu SMP maupun teman-teman SMA yang baru mengetahui pilihan jurusan pada tes SPMB waktu itu.

Bukan tanpa alasan mereka bertanya demikian, dan bukan maksud hati pula saya menyombongkan diri karena sebagian besar teman-teman lama saya beranggapan bahwa seorang Doni lebih “pantas” menjadi seorang dokter kelak ketimbang menjadi perawat, sebuah pemikiran yang dapat kita maklumi manakala sebuah profesi dianggap lebih rendah ataupun lebih tinggi dibandingkan dengan profesi lain.

Akan tetapi saya tidak tinggal diam ketika mendapati pemikiran-pemikiran seperti itu walaupun pada awalnya memang saya merasa tidak PD ketika harus kuliah di Keperawatan, bukan karena saya merasa tidak pantas ada di jalur ini namun lebih kearah perbedaan perbandingan gender yang sangat signifikan, bayangkan saya merupakan satu dari empat mahasiswa laki-laki dari total 100 mahasiswa keperawatan di angkatan saya. Namun dengan seiring berjalannya waktu saya dapat beradaptasi dengan keadaan ini dan selalu berusaha menjelaskan dan memberikan pengertian yang sebenarnya kepada setiap teman lama saya mengenai apa dan siapa perawat itu sebenarnya.

Kembali ke permasalahan tentang anggapan masyarakat luas terhadap sebuah profesi, khususnya perawat. Banyak orang beranggapan bahwa dokter lebih pintar dari perawat, sejujurnya saya sempat sependapat dengan anggapan tersebut karena selama saya pernah  mengunjungi rumah sakit (pada pelayanan kelas 3), saya selalu mendaptkan fakta bahwa perawat bertindak selalu atas perintah dokter dan wajar bila akhirnya masyarakat berpendapat bahwa dokter lebih pintar daripada perawat karena hanya orang yang lebih pintar/berkuasa-lah yang dapat memerintah orang lain.

Namun ternyata profesi perawat tidaklah sebodoh atau selemah yang selama ini dipersepsikan oleh masyarakat luas. Kita memang tidak bisa memungkiri bahwa profesi dokter telah lebih dulu berkembang di negara ini ketimbang perawat, dapat kita lihat bagaimana sekolah tinggi kedokteran pertama sudah ada dari jaman Belanda yang kita kenal dengan STOVIA, dan barulah setelah jumlah dokter dirasa kurang memadai akhirnya pelatihan-pelatihan bagi pribumi untuk menjadi perawat dibuka oleh pemerintah Belanda pada saat itu, dan perawat masih didesain sebagai pembantu dokter. Fakta sejarah ini menggambarkan bagaimana keterlambatan perkembangan profesi perawat di Indonesia bila dibandingkan dengan dokter.

perawat

Terlambat bukan berarti tidak bisa mengejar… dengan kemajuan teknologi informasi seperti sekarang ini sebetulnya merupakan peluang yang harus dimanfaatkan oleh kaum perawat untuk mengejar ketertinggalannya dengan profesi lain yang pada hakikatnya merupakan rekan kerja yang setara dan saling melengkapi. Adapun faktor lain yang juga memberatkan dunia keperawatan untuk maju adalah persepsi masyarakat Indonesia tentang perawat itu sendiri, masih banyak masyarakat yang berpendapat bahwa “bila kamu pintar dan ingin sukses di bidang kesehatan, maka jadilah dokter. Namun bila kecerdasanmu pas-pasan tapi tetap ingin berkiprah di bidang kesehatan, maka jadilah perawat, lebih gampang kok kuliahnya” dan apabila ada orang yang dianggap sedikit lebih pintar di dunia keperawatan akan dibilang “ih tanggung banget, kenapa gak jadi dokter aja sekalian” . Pendapat-pendapat seperti inilah yang akhirnya membuat dunia keperawatan secara relatif masih kurang terisi oleh manusia-manusia Indonesia yang pintar dan unggul, karena keengganan dari orang tua yang memiliki anak cerdas untuk menyekolahkan anaknya di bidang keperawatan.

Jadi semua kembali ke individu yang sudah menjadi perawat maupun yang masih menjadi calon perawat, karena hanya kita lah yang bisa menunjukkan wajah keperawatan yang sebenarnya dan seharusnya kepada khalayak ramai sebagai salah satu profesi kesehatan yang mempunyai peran cukup besar untuk bersama-sama menyehatkan Indonesia kita tercinta ini.

24 replies on “Menjadi Perawat, Pilihan atau “Daripada Enggak”?”

Yth Sdr. Doni,
Profesi perawat termasuk profesi luhur. Dalam melaksanakan keprofesian tidak ada ‘derajat’ – yang utama adalah implementasi profesi sesuai dengan tugas, fungsi, kewenangan, dan tanggung jawab/gugat berlandaskan standar profesi, etika keprofesian dan kompetensi profesi. Jadi ‘be proud of your profession’ !!.

iyah sodara komite medik, saya sudah menyadari hal itu semenjak saya kuliah di keperawatan, namun saya menuliskan artikel ini supaya orang2 lain yang selama ini memandang sebelah mata terhadap perawat bisa membuka mata yang satunya lagi dan bisa memberikan penilaian yang objektif dan tidak sekedar mengeneralisasi dari image yang diciptakan oleh media televisi dan layar lebar (suster ngesot, dll).
terima kasih atas kunjungannya, semoga kesehatan di Indonesia bisa jauh lebih baik…=>

ANEH BIN AJAIB + FENOMENAL. Perawat di Kabupaen Tegal, gak tau nama aslinya siapa tapi panggilannnya Joe. gak tau kerja dimana, dia masih ngeband sampai usia segini. perawat= mantri?= tulang sunat kan, kalo ya, berarti Joe itu perawat. bandnya seems like idiot . ni blognya:

http://www.seemslikeidiot.blogspot.com

video gilanya saat manggung:

kayaknya gak pantes deh tenaga kesehatan ada yang gila.

@agussahid
hahaha…saya udah liat linknya mas agus…
beneran itu mantri, kok ada yah yg gila gitu?? saya juga ngeband…lagunya juga agak urakan, tapi gak segila itu…=p
btw, berhubung udah reformasi dan sekarang dah demokrasi/bebas gak jelas…maka sepertinya sah2 aja orang gila kayak begitu di tenaga kesehatan, asalkan kalo kerja gak keluar aja gilanya…

knalkan saya mahasiswa perawat di banyuwangi, sebenarnya hal itu juga sudfah sering aq alami, ya tapi mau gimana lagi, biaya sudah banyak keluar, jadi aq jalani aja. kalo dokter tu biayanya terlalu tinggi, ortu gue gak sanggup.
tapi aq tetp BANGGA dengan perawat. HIDUP PERAWAT…… !!!!!!

artkelnya bagus ka doni..kita butuh sesuatu yang sederhana namun bermakna, seperti artikel ini, yang meluaskan pandangan orang2 pada profesi keperawatan..
hidup perawat…bangga bener deh jadi perawat..

terima kasih bocah 07,…
yuk kita berikan yang terbaik buat keperawatan INdonesia..
ingat kita tidak hidup dari keperawatan, tapi kita yang menghidupi keperawatan Indonesia…

bener bgt,makasih buwat artikel nya
mdh2n generasi perawat sekarang dan seterusnya dpat ngerubah semua tentang anggapan masyrakat ttg perawat,trus berjuang,
mdh2n qta bisa nunjukan prestasi qta
dan memajukan perawat indonesia,cayo….

duh,,, emng bener tuh,,,
gw jg sring ditnya2 gtu
malah ad yg blg “owh s1 kprwatan y? brarti ntar bs bntu2 dkter dunk?” hwaaaaaaa
hufff cpek jg seh ngejelasinnya
tp ttp harus SEMANGAT!!!!!!!!!!

Ckckckkk…

Omongan kayak b’gituan aq juga sering dapat!!
Kenapa ya kalo ada siswa rada cemerlang dikit musti “dituntut” masuk FK.

Apa yg kamu alamin persis kayak aq. Bedanya, aq lebih milih S1 biologi!! yee..iya lah, orang cita2 ku bukan jadi dokter kok! tapi orang2 kayak hopeless gitu ma jurusan ini. sampe ditanya: “Emang ntarnya mu jadi Guru ya??” (twenkk..$#)
Elllahhhh…

urusan begini, cuman bisa dibuktiin ma karya dan prestasi.
Kita tunjukin deh, kalo pilihan kuliah kita bakal ngasih banyak kontribusi buat kehidupan. Hidup Basic Science!!

tu video clip seems like idiot ( SLI ) yg terbaru ( araban3)


katanya yg edit si Ophi rapper Tegal !? komentku cukup cerdas!! kami disini ( jogja) bahas berhari2 gimana caranya bikin efek gitu, ternyata bisa make Ulead ya!! hahaha. Sukses buat Ophi & Joe, mantri edan!!haha.

ass. mang bxk yg mandang rendah ma profesi perawat

tp q bangga k sbg calon perawat, krn q merasa bhw ni adlh hal yg terbaek bg q.
q g prnh peduli pa kt orang, krn yg ngejalanin hdp ni adlh diri q ndiri, jd kalo da yg berpikir negatif tentang perawat itu adlh sebuah tantangan yang harus q lalui dan bhkn jd pemacu semangat tuk jd perawat yg baik.
jd, makasih atas dukunganx
kalo bkn qt yg bangga ma profesi qt, lalu cp lg!
Chayo!

terima kasih respon positifnya…
tapi ada saran nih, kalo di dunia per-blog-an lebih oke kalo ngetiknya jangan pake bahasa SMS (gak usah disingkat-singkat) jadi pegel bacanya… hehe…
semangat….!!!

SLI idiot. salah, yg bener bermusik ya tetep ada aturan meskipun tidak tertulis. mereka mengacaukan idealiasme musisi. sekedar saran untuk seems LIKE idiot, band asal tegal “kami nggak mengatur siapapun utk berkarya, termasuk anda, tapi tetep harus ada idealiasme kalo mau disebut musisi”

asw,,,
sy maHasiSwi, kepErawatAn aNgktn ’10, yg bRu aJAch gaBung d dUnia kePerawatan ini… sy miRis kepada msyrkt kita skRang yg mayortas memanDang pRofesi peraWat dg reNdah,, apaLagi luluSan S1,, maOd jadiiN ap?? meNurut pndapat meReka,, perawat* lulusaN S1 yg banyak teOri umumnya tiDak mempunyai sKiiL sebaik perawat luluSan D3 yg banYak pRaktek ny. stiGma-stiGma neGataif sePerti ini seRing menyuRutkn miNat geNerasi peNeruS untUk menekUni pRofesi ini,, dan mAyoRitaS lebiH memiLih pRofeSi meDis lain,, sepErti kedOkteRan…

jadi makin semangat habis baca artikel ini kaak, aku baru mau daftar keperawatan kaak, doain masuk yaa, tiap kali di tanyain sama keluarga ato temen2 gitu pasti mereka bilang “kok tanggung knpa ndak dokter, perawat kan sama ae pembantu” itu bikin jengkeel, tp aku harus bisa buktiin kalo perawat bisa lebih sukses dr pada mereka2 yg bilang gitu amiiin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *